Assalamu'alaikum...

harap dibaca....

Selamat datang di Blog saya.

Foto saya
Purwokerto, Jawa Timur, Indonesia

Rabu, 04 Agustus 2010

starategi pembelajaran praktek

Di dalam praktek kita sering menjumpai beberapa jenis praktek yaitu
1. praktek demontrasi yaitu praktek yang di bimbing oleh guru atau orang yag telah mengusai keterampilan tersebut
2.praktek di labaratorium sekolah
3. praktek di dunia usaha
Di dalam pembelajaran SMK untuk mendapatkan keterampilan yang memadai dari hasil studi kasus loose (1988) menyimpulkan bahwa proses belajar mengajar diteknologi dan kejuruan berlangsung pada beberapa tempat yaitu (a) di kelas 27% (b) bengkel sekolah 17 % (c) unit produksi sekolah 9% dan tempat kerja 43% jadi di lihat dari komposisi tersebut pembelajaran yang bersifat latihan (praktik) lebih besar.
Walaupun di sini penulis hanya melakukan penelitian di dalam ruang lingkup sekolah.
Pada pembelajaran di SMK pelajaran teori di lakukan sebelum pelajaran latihan ( praktek ) menurut Nolker (1983) mengenai lama waktu masing – masing pelajaran teori dan praktik di suatu tempat berbeda di sesuaikan dengan cara guru memberikan pelajaran,jadi tentang kesepakatan waktu setiap sekolah antara pembelajaran teori dan praktik berbeda – beda. oleh sebab itu jika terlalu singkat waktunya maka akan lenyap fungsi dari penyusunan program pendidikan kejuruan ,dan jika terlalu panjang akan merusak kesinambungan antara komponen – komponen teori dan praktik.dan menurut wena (1996) alokasi waktu untuk mengajar keterampilan teknologi dan kejuruan adalah 65 % praktik dan 25 % pragaan (demontrasi) dan dalam arti melihat, mendengar penjelasan guru 25 %. Di sini peneliti akan membahas tentang waktu yang di gunakan dalam latihan ( praktek ) sehingga hasil latihan di sekolah dapat dilakukan dengan tuntas,Suatu kelas di sebut tuntas belajar bila di kelas tersebut jumlah siswa telah mencapai daya serap > 85 % (Depdikbub, 1994 : 39)
dengan alokasi waktu tersebut maka guru hendaknya mempertimbangkan waktu dalam latihan dan teori sehingga dapat di capai hasil latihan yang baik.
latihan yang baik adalah latihan yang tidak membosankan dan kereatif baik pelaksanaan maupun isi dari latihan tersebut

pendekatan konsep

Pendekatan Konsep
Menurut Rosser (dalam Sagala, 2009:73) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep didefinisikan sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep disebut konsepsi. Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah meramalkan dan menjelaskan.
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman. Manifestasi (perwujudan) proses kognitif melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Mengklasifikasikan pengalaman untuk menguasai konsep tertentu yang sama.
b. Menafsirkan pengalaman dengan jalan menghubungkan konsep yang telah diketahui untuk menyusun generalisasi.
c. Mengumpulkan informasi untuk menafsirkan pengalaman, tahap ini disebut berpikir asosiatif.
d. Menginterprestasikan atau menafsirkan pengalaman-pengalaman keadaan yang telah diketahui.
Setiap konsep yang telah diperoleh mempunyai perbedaan isi dan luasnya. Seseorang yang memiliki konsep melalui proses yang benar pengalaman dan pengertiannya akan kuat. Kemampuan membedakan sangat dibutuhkan dalam penguasaan konsep. Dapat membedakan konsep berarti dapat melihat ciri-ciri setiap konsep.
Ciri-ciri suatu konsep adalah sebagai berikut:
a. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu.
b. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
c. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya.
d. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman.
e. Konsep yang benar membentuk pengertian.
f. Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri tertentu.
Pendekatan Konsep Dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Konsep dasar adalah konsep yang diperoleh melalui pengalaman yang benar. Konsep dasar berkembang melalui bimbingan pendidikan dan proses belajar mengajar.Contoh : Perkembangan konsep bahasa anak dimulai dari suara-suara yang tak ada artinya (berceloteh) menjadi suara, huruf, lambat laun menjadi suku kata.
Konsep dimulai dengan memperkenalkan benda konkret, berkembang menjadi simbol sehingga menjadi abstrak yang berupa ucapan atau tulisan yang mengandung konsep yang lebih kompleks. Konsep yang kompleks memerlukan permunculan berulang kali dalam satu pertemuan dalam kelas, didukung media atau sarana yang tepat. Contoh : Kalau pengajar menjelaskan konsep “mata”, maka pembelajar dapat memperlihatkan mata mereka secara konkret. Pengajar bertanya, “ Dimana matamu ?, Apa gunanya mata ?, Berapa matamu ? “. Dan pertanyaan-pertanyaan ini pembelajar dapat menghubungkan benda konkret dengan fungsinya dan kegiatannya. Semua ini memunculkan pengalaman baru. Dalam proses internalisasi suatu konsep perlu diperhatikan dari beberapa hal, antara lain:
a. Memperkenalkan benda-benda yang semula tak bernama menjadi bernama.
b. Memperkenalkan unsur benda, sehingga memberi kemungkinan unsur lain. Contoh : Bunga-berbau (harum/tak harum), Berwarna (bermacam-macam), Berdaun (kecil, besar), Berduri (lunak, keras).
c. Menunjukkan ciri-ciri khusus pada benda yang diperlihatkan.
d. Menunjukkan persetujuan dengan membandingkan contoh dan bukan contoh. Contoh : Pakaian: kain-kain yang dibuat dan dipakai di badan. Bukan contoh : tas, kalung, giwang; barang-barang ini dipakai tetapi bukan pakaian, melainkan pelengkap pakaian.


Oleh karena itu, kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah :
1. Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai dengan unsur lingkungan.
2. Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
3. Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang kompleks.
4. Penjelasan perlahan-lahan dariyang konkret sampai yang abstrak.

Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Enaktif dimulai dari ;
1. Pengenalan benda konkret.
2. Menghubungkan dengan pengalaman lama atau pengalaman baru.
3. Pengamatan, penafsiran tentang benda baru.

b. Tahap Simbolik, dengan memperkenalkan ;
1. Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf, kode, seperti (?,=,/).
2. Membandingkan antara contoh dan non contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.
3. Memberi nama, istilah, serta definisi.

c. Tahap Ikonik, tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti ;
1. Menyebut nama, istilah, definisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya
Penjelasan Langkah-Langkah Pendekatan Konsep
1) Tahap Enaktif
a. Pengajar memperlihatkan barang-barang yang sering dipakai orang sehari-hari untuk menutup badan dan perlengkapannya. Pembelajar diminta mengamati dan menghubungkan dengan apa yang pernah dialaminya atau barangkali ada kreasi baru.
b. Pengajar bertanya agar mendapat respons tentang barang-barang tersebut. Apakah kamu pernah mengenakan barang seperti ini jawabnya ya atau tidak. Apakah kamu pernah mengenakan barang seperti ini, jawabnya ya atau tidak. Apakah barang-barang ini sambil diperagakan, dipakai di badan, disebagian badan atau di seluruh badan serta dikaki, di tangan atau di leher, jawabnya “ ya atau tidak “. Kegiatan ini diulang-ulang sehingga jelas dan pembelajar ada yang merespons betul dan ada juga yang salah. (htttp://pakdesofa.blog.plasa.com/archives/26)

2) Tahap Simbolik
a. Pengajar memperlihatkan gambar tentang barang-barang yang ditunjukkan pada a dan b. Pembelajar menunjuk dan menyebut ciri-ciri khusus tiap-tiap benda tersebut, misalnya ;
1. Terbuat dari: kain, kulit, plastik.
2. Bermacam-macam warna: putih, cokelat.
3. Berbeda-beda model: berlengan, berkerah.
b. Pengajar bersama pembelajar memberi sebuah nama atau istilah. Gambar atau barang yang termasuk baju dan gambar atau barang yang bukan baju tetapi sebagai pelengkap. Pembelajar secara lisan dapat menyebut dengan nama dan definisinya.

3) Tahap Ikonik
a. Pengajar menunjuk tulisan “BAJU”,pembelajar mengucapkan “BAJU”.
b. Bila pengajar menyuruh seorang pembelajar, “Lipatlah baju ini”, maka pembelajar pun akan mengambil salah satu baju dan dilipat. Ini pertanda bahwa pembelajar telah memiliki konsep.


Berdasarkan kesimpulan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep merupakan suatu buah pemikiran seseorang, tafsiran atau pengertian seseorang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep itu sendiri diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak, fungsi konsep itu sendiri adalah menjelaskan, meramalkan dan menafsirkan

Senin, 08 Maret 2010

PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI MEDIA PEMBELAJARAN GURU DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS

PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI MEDIA PEMBELAJARAN
GURU DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA
KELAS XI UPW SMK N 6 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu sasaran
pembangunan jangka panjang yang mengiringi laju pertumbuhan ekonomi. Salah
satu pilar dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia adalah bidang
pendidikan. Pendidikan sebagai pembentukan generasi muda yang tangguh dan
mumpuni, dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Peran
pendidikan dewasa ini sangat dominan di negara-negara yang sedang berkembang
dan membangun seperti negara Indonesia. Pembangunan di negara Indonesia, baik
yang dilakukan dalam bidang fisik maupun mental spiritual membutuhkan sumber
daya manusia yang terdidik. Oleh karena itu ditempuh berbagai upaya untuk
memantapkan pembentukan kepribadian bangsa termasuk generasi mudanya
melalui pendidikan.
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus
mengembangkan kualitas sumber daya manusia khususnya generasi muda sebagai
komponen bangsa secara optimal. Selain itu juga mengupayakan perluasan dan
pemerataan perolehan pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat
Indonesia sehingga akan tercipta manusia Indonesia yang berkualitas tinggi.
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dalam dunia pendidikan
formal untuk membina sikap dan moral peserta didik dapat ditempuh antara lain
melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn). Melalui pelajaran
PKn yang diberikan secara formal kepada generasi Indonesia yang berkepribadian
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana
pembinaan perilaku pada siswa juga dimaksudkan untuk membekali siswa dengan
budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antara warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Proses pendidikan berarti di dalamnya menyangkut kegiatan belajar
mengajar dengan segala aspek maupun faktor yang mempengaruhinya. Pada
hakekatnya, untuk menunjang tercapainya tujuan pengajaran perlu adanya
kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa, guru, materi pelajaran, metode
pengajaran, kurikulum dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
siswa serta didukung oleh lingkungan belajar mengajar yang kondusif.
Seorang siswa dapat belajar secara efisien jika memiliki keaktifan dalam
belajar dan didukung oleh sarana dan prasarana. Apabila ditinjau dari segi
kekuatan dan kemantapannya, maka keaktifan yang timbul dari dalam diri seorang
siswa akan lebih stabil dan mantap (internal) dibandingkan dengan keaktifan yang
tumbuh karena pengaruh lingkungan (eksternal). Hal ini dikarenakan dengan
berubahnya lingkungan yang mempengaruhi keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran, sehingga keaktifan belajar seseorang itu juga akan mengalami
perubahan. Apabila lingkungan yang mempengaruhi siswa tersebut lenyap, maka
dapat berakibat hilangnya keaktifan dalam belajar siswa yang bersangkutan.
Disamping keaktifan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai
prestasi, media pembelajaran guru juga dapat mempengaruhi prestasi siswa.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh media
pembelajaran yang digunakan guru. Penggunaan media pembelajaran yang tidak
sesuai dengan keinginan siswa dapat mengakibatkan siswa kurang tertarik untuk
belajar, sehingga siswa tersebut tidak dapat aktif dalam belajar. Pencapaian
prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh adanya media pembelajaran guru yang
memadai dan adanya keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka
dipandang cukup penting untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh
persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW
SMK N 6 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Prestasi belajar seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diri siswa
yang saling terkait. Pada hakekatnya tidak ada faktor tunggal yang berdiri sendiri
yang secara otomatis menentukan prestasi belajar seseorang. Beberapa masalah
yang berkaitan dengan prestasi belajar seseorang antara lain: tingkat kecerdasan,
ketersediaan sarana dan prasarana belajar, motivasi dalam belajar, keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran, lingkungan yang mendukung, persepsi siswa
mengenai media pembelajaran Guru, minat belajar, intensitas membaca buku teks,
dan lain sebagainya. Dalam konteks ini tentu saja masih banyak lagi masalahmasalah
yang dapat ditemukan kaitannya dengan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas maka
dipandang cukup penting untuk mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh
persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW
SMK N 6 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010”.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang berkaitkan dengan judul di atas sangat luas sehingga
tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan semua.
Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan dan pemfokusan masalah sehingga
persoalan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan kesalahpahaman dapat
dihindari. Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang
diteliti sebagai berikut:
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah aspek-aspek dari subjek penelitian yang menjadi
sasaran penelitian, meliputi:
a. Persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru.
b. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
c. Prestasi belajar PKn.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas XI UPW SMK N 6
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010, yang secara keseluruhan berjumlah 97
orang siswa.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan bagian penting yang harus ada dalam
penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian
harus mengetahui lebih dahulu permasalahan yang ada. Adanya permasalahan
yang jelas maka proses pemecahannya akan terarah dan terfokus.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut "Adakah pengaruh positif yang berarti (signifikan)
dari persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW
SMK N 6 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010?"
E. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik pijak untuk merealisasi aktivitas yang akan
dilaksanakan, sehingga perlu dirumuskan secara jelas. Dalam penelitian inipun
perlu ada tujuan yang berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang
diteliti, sehingga peneliti akan dapat bekerja secara terarah dalam mencari data
sampai pada langkah pemecahan masalahnya. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI UPW SMK N 6 Surakarta Tahun
Pelajaran 2009/2010 mengenai media pembelajaran guru.
2. Untuk mengetahui keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siswa kelas
XI UPW SMK N 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
3. Untuk mengetahui prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW SMK N 6
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif yang berarti (signifikan) dari
persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW
SMK N 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
F. Manfaat atau Kegunaan Penelitian
1. Manfaat atau kegunaan teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
khususnya, maupun bagi masyarakat luas pada umumnya tentang pengaruh
persepsi siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas
XI UPW SMK N 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya tentang pengaruh persepsi
siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW
SMK N 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan
penelitian berikut yang sejenis.
2. Manfaat atau Kegunaan Praktis
a. Menyebarluaskan informasi mengenai arti pentingnya pengaruh persepsi
siswa mengenai media pembelajaran guru dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran tehadap prestasi belajar PKn pada siswa kelas XI UPW SMK
N 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010.
b. Sebagai calon pendidik pelajaran pendidikan kewarganegaraan, maka
pengetahuan dan pengalaman selama mengadakan penelitian dapat di
transformasikan kepada peserta didik pada khususnya maupun masyarakat
luas pada umumnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah para pembaca dalam memahami isi skripsi ini, maka
dikemukakan sistematikanya. Adapun sistematika penyusunan skripsi ini adalah
sebagaimana uraian berikut ini.
Bagian awal meliputi: Halaman Judul, Halaman Persetujuan, Halaman
Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi,
Daftar Tabel, Daftar Lampiran, dan Abstrak.
Bagian pokok skripsi ini terperinci dalam lima Bab. Bab I Pendahuluan,
mencakup: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat atau Kegunaan Penelitian, serta
Sistematika Penulisan.
Bab II Landasan Teori diawali dengan Tinjauan Pustaka yang
mengemukakan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
Selanjutnya Kerangka Teoritik yang dimulai dengan Tinjauan Teoritis tentang
Persepsi Siswa mengenai Media Pembelajaran Guru mencakup: Pengertian
Persepsi, Pengertian Siswa, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi,
Pengertian Media Pembelajaran, Macam-macam Media Pembelajaran, Manfaat
Media Pembelajaran, Pengertian Persepsi Siswa mengenai Media Pembelajaran
Guru. Selanjutnya uraian mengenai Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran
sebagai berikut: Pengertian Keaktifan, Pengertian Siswa, Keaktifan Siswa,
Macam-macam Keaktifan Siswa, Macam-macam Aktivitas Siswa, Pengertian
Proses Pembelajaran, dan Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran. Uraian
berikutnya adalah mengenai Prestasi Belajar PKn yang meliputi: Pengertian
Prestasi Belajar, Pengertian PKn, Pengertian Prestasi Belajar PKn. Kerangka
Teoritik terakhir adalah uraian tentang Persepsi Siswa mengenai Media
Pembelajaran Guru dan Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran kaitannya
dengan Prestasi Belajar Siswa, yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan
Kerangka Pemikiran serta Hipotesis.
Bab III Metode Penelitian berisi uraian: Tempat dan Waktu Penelitian;
Populasi, Sampel, Sampling dan Prosedur Pengambilan Sampel; Variabel-variabel
Penelitian; Metode Pengumpulan Data; Teknik Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen; Teknik Uji Persyaratan Analisis; serta Teknik Analisis Data.
Bab IV Hasil Penelitian berisi: Deskripsi Data yang mencakup Data Hasil
Uji Coba (Try Out) Validitas dan Reliabilitas Instrumen beserta Analisisnya
maupun Data Hasil Penelitian, Pengujian Persyaratan Analisis, Analisis Data dan
Pengujian Hipotesis, serta Pembahasan Hasil Analisis Data.
Bab V Kesimpulan, Implikasi, serta Saran-saran. Sementara itu bagian akhir
dari skripsi ini berisi uraian Daftar Pustaka, Lampiran-lampiran dan Daftar Ralat
(bila ada).

model pembelajaran realistik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru, sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi paedagogi, kompetensi profesional kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Upaya untuk menguasai keempat kompetensi itu melalui pendidikan formal hanyalah merupakan syarat mutlak bagi guru. Akan tetapi upaya peningkatan kemampuan terus menerus (continuous improvement) merupakan syarat yang tidak perlu ditawar-tawar lagi. Salah satu pilihan upaya yang bisa digunakan guru untuk melakukan continuous improvement adalah melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu alternatif model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran dalam beberapa siklus secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kesejawatan dan saling membutuhkan (Suharsimi Arikunto, 2006 : 23). Dengan kata lain PTK merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikanyang tak pernah berakhir. Dari segi profesionalisme, PTK juga dipandang sebagai suatu unjuk kerja seorang guru yang professional karena studi sistemik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai tanda (hallmark) dari pekerjaan guru yang professional (Hopkins, 1993 dalam Wardani, 2000).

Alasan lain yang juga ikut memperkuat perlunya guru melakukan PTK adalah keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan pengembangan di sekolahnya dan mungkin ditingkat yang lebih luas, sehingga ia perlu melakukan reviu terhadap kinerjanya sendiri, untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai masukan terhadap kinerjanya sendiri, untuk selanjutnya dipakai sebagai masukan dalam reviu kinerja sekolah. Kegiatan menilai daya serap, reviu muatan kurikulum, atau reviu teknik pembelajaran yang efektif memerlukan keterampilan untuk melaksanakan PTK, guru akan merasa lebih mantap berpartisipasi dalam berbagai kegiatan inovatif. Dengan kata lain PTK adalah suatu tindakan perbaikan pembelajaran yang memerlukan kompetensi secara komperhensif.

Untuk itulah dan melalui program pendidikan sarjana guru sekolah dasar Universitas Terbuka yang program akhirnya adalah menyusun laporan PTK dalam mata kuliah Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) peneliti melakukan penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti diarahkan pada mata pelajaran Matematika . Berdasarkan hasil analisis nilai siswa kelas V SDN.Tanjakan II Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang untuk topik sifat bangun rung diperoleh data sebagai berikut :

  1. Pada pembelajaran konsep sifat bangun ruang, nilai rata-rata siswa pada topik ini hanya mencapai 5,00 dari Kriteria Ketuntasan Minimal 6,00.
  2. Berdasarkan catatan penulis, pada pembelajaran konsep sifat bangun ruang ini siswa cenderung pasif.

Berdasarkan refleksi yang penulis lakukan, identifikasi penyebab masalahnya antara lain :

  1. Guru kurang memberikan contoh-contoh soal realistik (sesuai dengan pengalaman keseharian siswa).
  2. Guru kurang memberikan latihan.
  3. Guru tidak menggunakan media/alat bantu pembelajaran untuk memperjelas konsep.
  4. Kurangnya waktu pembelajaran.
  5. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
  6. Guru kurang terampil mengelola kegiatan pembelajaran.

Dari analisis penyebab masalah, penulis dengan bantuan rekan sejawat dan supervisor, dalam hal ini adalah pengawas SD Kecamatan Rajeg merencanakan alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan masalahnya sebagai berikut :

a. Matematika

Pembelajaran Konsep sifat bangun ruang akan menggunakan :

1. Pendekatan pembelajaran realistik.

2. Frekuensi latihan pemecahan masalah di tambah

3. Menggunakan alat peraga model kerangka bangun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apakah model pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan pengalaman anak serta model bangun ruang dapat meningkatkan konsep pemahaman siswa tentang sifat bangun ruang ?

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Kegiatan perbaikan pembelajaran yang penulis laksanakan bertujuan :

  1. Mendeskripsikan pembelajaran realiatik untuk sifat bangun ruang.
  2. Mendeskripsikan dampak penggunaan pembelajaran realistik dengan penambahan latihan terhadap hasil belajar siswa.
  3. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam menerapkan model pembelajaran realistik.
  4. Menerapkan solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dalam menerapkan model pembelajaran realiatik dan alat perga modek kerangka bangun.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Bagi siswa pembelajaran model pembelajaran yang lain dari biasanya memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui penelitian ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesional, dan pembelajaran inkuiri menjadi alternatif pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa. Memberikan kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan dalam merancang model pembelajaran yang merupakan hal baru bagi guru, dan menerapkannya dalam pembelajaran. Dengan penelitian ini, kemampuan guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi diri siswa juga meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik, bermakna, menyenangkan, dan mempunyai daya tarik. Disamping itu penelitian ini dapat memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan refleksi diri atas kinerjanya melalui PTK.
Bagi kepala sekolah penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam upaya meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan prestasi belajar siswa serta perlunya kerjasama yang baik antar guru dan antara guru dengan kepala sekolah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Alat Peraga dalam Pengajaran Matematika

Sejak tahun 50-an sampai tahun 70-an tidak kurang dari 20 rangkuman penelitian penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika. Di antaranya yang paling lengkap adalah rangkuman Dr. Higgins dan Dr.Suydan tahun 1976, yang antara lain menyimpulkan :

1) Pada umumnya penelitian itu berkesimpulan bahwa pemakaian alat peraga dalam pengajaran matematika itu berhasil atau efektif dalam mendorong prestasi siswa.

2) Sekitar 60% lawan 10% menunjukkan keberhasilan yang meyakinkan dari belajar dengan alat peraga terhadap yang tidak memakai. Besarnya persentase yang menyatakan bahwa penggunaan alat peraga itu paling tidak hasil belajarnya sama dengan yang tidak menggunakan alat peraga adalah 90%.

3) Manipulasi alat peraga itu penting bagi siswa SD di semua tingkatan.

4) Ditemukan sedikit bukti bahwa manipulasi alat peraga itu hanya berhasil ditingkat yang lebih rendah.

Ada beberapa fungsi atau manfaat dari penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, di antaranya:

1) Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya mempelajari matematika semakin besar. Anak akan terangsang, senang, tertarik, dan bersikap positif terhadap pengajaran matematika.

2) Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk kongkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.

3) Alat peraga dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang sehingga dengan melalui gambar dan benda-benda nyatanya akan terbantu daya tiliknya sehingga lebih berhasil dalam belajarnya.

4) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pengajaran dan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat.

5) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk kongkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan objek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru.

Alat peraga untuk menerangkan konsep matematika itu dapat berupa benda nyata dan dapat pula berupa gambar atau diagramnya. Alat peraga yang berupa benda-benda real itu memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan benda-benda nyata itu dapat dipindah-pindahkan atau dimanipulasikan sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan dalam bentuk tulisan atau buku. Karenanya untuk bentuk tulisan kita buat gambarnya atau diagramnya tetapi tetap masih memiliki kelemahan karena tidak dapat dimanipulasikan berbeda dengan benda-benda nyatanya.

2.2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Seringkali kita mendengar kata penelitian, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris : research, yang berarti kegiatan pencaharian atau ekspolrasi untuk menemukan jawaban dari masalah yang menjadi bidang kajian. Adapun yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research, yaitu satu action research yang dilakukan di kelas. Dari segi semantik (arti kata) action research diterjemahkan menjadi penelitian tindakan. Carr dan Kemmis (McNiff, J, 1991, p.2) mendefisikan action research sebagai berikut :
Action research is a form of self – refflective enquiry undertaken by participants (teachers, students or principals, for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and the situations (and institutions) in which the practices are carried out.

Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa ide pokok antara lain :

1) Penelitian Tindakan Kelas merupakan satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri

2) Penelitian Tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti, seperti guru, siswa, atau kepala sekolah.

3) Penelitian Tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.

4) Tujuan Penelitian Tindakan adalah untuk memperbaiki : dasar pemikiran dan kepantasan dari praktek-praktek, pemahamn terhadap praktek tersebut, serta situasi atau lembaga tempat tersebut dilaksanakan

Dari keempat ide pokok di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai metode utama dilakukan oleh orang yang terlibat di dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. Berdasarkan pengertian tersebut maka Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru di dalam kelasnya melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

BAB III

PELAKSANAAN PERBAIKAN

A. Subjek Penelitian

Lokasi pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas V (Lima) SDN.Tanjakan II Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang. Waktu pelaksanaan adalah dimulai dari tanggal 18 Maret 2009 dengan rincian sebagai berikut :

  1. Pada hari Rabu tanggal 18 Maret 2009 perbaikan pembelajaran Matematika siklus I dari pukul 08.30 sampai dengan 09.10.
  2. Pada hari Senin tanggal 23 maret 2009 perbaikan pembelajaran siklus II dari pukul 08.30 sampai dengan 09.10.

Karakteristik siswa kelas V SDN.Tanjakan II adalah sebagai berikut : Jumlah siswa laki-laki sebanyak 15 orang dan jumlah siswa perempuan adalah 15 orang yang berasal dari desa-desa di sekitar SDN.Tanjakan II yaitu desa Tanjakan Mekar. Latar belakang siswa berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. 60 % pekerjaan orang tua siswa adalah buruh , 30 % adalah petani sisanya pedagang dan pegawai negeri sipil. Dari 30 siswa, 4 orang diantaranya adalah tidak naik kelas pada tahun ajaran sebelumnya.

B. Deskripsi Persiklus

Kegiatan perbaikan pembelajaran matematika untuk konsep bangun ruang, dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran yang meliputi kegiatan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada setiap siklus perbaikan, penulis dibantu oleh rekan sejawat dan supervisor yaitu pengawas TK/SD Kecamatan Rajeg yang selanjutnya pada laporan ini disebut tim peneliti. Berikut deskripsi dari setiap prosedur kegiatannya :

1. Perencanaan

Pada siklus I berdasarkan identifikasi penyebab masalah pada pembelajaran pra siklus guru, rekan sejawat dan supervisor yang selanjutnya disebut tim peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

a) Merancang strategi dan skenario kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pembelajaran yang disesuaikan dengan pendekatan belajar realistik berbasis materi dan media yang nyata dan dekat dengan siswa dengan penekanan pada metode penyelidikan.

b) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan pendekatan belajar yang dimaksud.

c) Menetapkan indikator ketercapaian dan menyusun instrumen pengumpul data.

Sedangkan pada rencana tindakan siklus II yang dirumuskan berdasarkan refleksi dari siklus I tim peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

a) Melakukan review dan re-planning rancangan pembelajaran dimana pada siklus II fokus kegiatan belajarnya terletak pada pendemonstrasian teknik menggambar bangun ruang dengan memanfaatkan pengetahuan sifat bangun ruang yang diketahui.

b) Mengembangkan lembar kerja siswa.

c) Mengembangkan instrumen observasi.

b. Pelaksanaan/Tindakan

Pada kegiatan pelaksanaan siklus I, rincian kegiatan yang dilakukan peneliti, rekan sejawat dan supervisor ialah :

  1. Peneliti sehari sebelum melaksanakan perbaikan pembelajaran, terlebih dahulu melakukan semacam micro teaching/simulasi tentang pembelajaran inkuiri dengan bimbingan supervisor.
  2. Melaksanakan perbaikan pembelajaran di kelas sesuai langkah-langkah yang tercantum pada perencanaan perbaikan pembelajaran. Secara garis besar prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebagai berikut :
    • Mengajukan pertanyaan eksploratif/probing kepada siswa untuk menggali pehamaman mereka tentang model-model bangun ruang dan konsep awal mengenai sifat bangun ruang.
    • Mengenalkan terlebih dahulu konsep awal sifat bangun ruang.
    • Membagi siswa menjadi kelompok penyelidikan terpandu untuk menganalisis sifat-sifat bangun ruang dengan menggunakan panduan Lembar Kerja Siswa (LKS).
    • Membimbing siswa untuk mengakurasi hasil penyelidikannya dengan konsep teori sifat bangun ruang.
  1. Rekan sejawat dan supervisor di belakang kelas melakukan pengamatan.
  2. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan.

Sedangkan pada siklus II garis besar prosedur pelaksanaan perbaikan pembelajarannya adalah sebagai berikut :

    • Kegiatan siswa berlomba menulis dan menyebutkan sifat bangun ruang balok dan kubus dan bangun ruang lainnya dari pengetahuan awal mereka.
    • Mendemonstrasikan teknik menggambar bangun ruang.
    • Melatih siswa menggambar bangun ruang.
    • Memberikan penguatan, dengan menempel gambar pada papan pajangan.

c. Pengamatan

Pada kegiatan pengamatan, rekan sejawat dan supervisor mengamati peneliti dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran dan mengamati perilaku siswa pada proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen lembar observasi sebagai berikut :

Tabel 1

LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I

Mata Pelajaran : …………………………

Kelas : …………………………

Hari / Tanggal : …………………………

Fokus pengamatan : Penjelasan guru, penggunaan alat peraga, pemberian contoh

dan latihan, serta penggunaan teknik dan metode

pembelajaran, sistematika penyajian, perubahan aktivitas

siswa, kemajuan hasil belajar.

No

Aspek Yang diobservasi

Kemunculan

Komentar

Ada

Tidak

1.

Penjelasan konsep oleh guru

2

Pemberian contoh

3

Pemberian latihan.

4

Kemajuan hasil Belajar Siswa

5

Perubahan aktivitas siswa

6

Penggunaan alat peraga

7

Penggunaan teknik dan metode pembelajaran

8

Sistematika penyajian

Pengamat ,

…………..

Untuk memudahkan pengisian lembar observasi tersebut, tim peneliti merancang deskripsi indikator keberhasilan dimana pengamat ketika membubuhkan tanda check list () pada kolom ada atau tidak memperhatikan indikator-indikator berikut ini :

No

Aspek Yang di Observasi

Indikator Keberhasilan

1

Penjelasan oleh guru

Relevan dengan konsep dan semakin mudah dipahami oleh anak.

2

Pemberian Contoh

Contoh relevan dengan konsep dan mempermudah anak untuk mengerjakan soal lainnya.

3

Pemberian latihan

Siswa semakin mahir menggambar bangun ruang

4

Kemajuan Hasil Belajar Siswa

Nilai siswa meningkat pada setiap siklusnya

5

Perubahan aktivitas siswa

Siswa semakin terlibat aktif dalam pembelajaran

6

Penggunaan alat peraga

Makin kongkritnya konsep yang diajarkan

7

Metode

Makin variatifnya metode dan relevan serta efektif terhadap peningkatan hasil belajar

8

Sistematika Penyajian

Urutan memperhatikan prinsip model spiral yaitu dari mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, terdekat ke terjauh dsb.

Selain intrumen observasi di atas, tim peneliti akan menjadikan hasil penilaian siswa dalam pengerjaan LKS dan pengamatan kerja kelompok sebagai bahan refleksi.

d. Refleksi

Berdasarkan lembar observasi (lihat lampiran) masih terjadi kelemahan-kelemahan mendasar pada saat perbaikan pembelajaran siklus I antara lain,

· Contoh yang disajikan guru masih kurang.

· Sistematika penyajian perlu diperbaiki. Pada saat tahap pengenalan konsep mestinya peneliti menggunakan pengetahuan siswa yang dikuasai tentang konsep sifat bangun datar untuk dikaitkan dengan kosep sifat bagun ruang.

· Sebagian siswa masih belum memahami penjelasan guru.

Sedangkan kekuatan perbaikan pembelajaran pada siklus I yaitu :

  • Pembelajaran inkuiri berimbas positif terhadap perubahan aktifitas dan kreatifitas siswa.
  • Alat peraga kerangka bangun ruang cukup komunikatif dalam menyampaikan pesan pembelajaran.

Selain hal tersebut agar kemampuan siswa secara individual dapat diukur, pada LKS kelompok ada perintah untuk pengerjaan secara individual dalam naungan kelompok.

Sedangkan pada siklus II berdasarkan hasil observasi (terlampir) yang dilakukan rekan sejawat dan supervisor, didapati kekuatan-kekuatan perbaikan pembelajaran siklus II antara lain :

  • Penjelasan guru menjadi lebih jelas.
  • Contoh dan latihan disampaikan relevan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
  • Sistematika penyajian terurut dengan baik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

A. Deskripsi Per Siklus

Siklus I

Setelah melakukan perencanaan tindakan dimana rancangan pembelajaran menggunakan pendekatan realistik dan alat peraga model bangun ruang berbasis metode penyelidikan berpandu pada LKS, pelaksanaan berdasarkan prosedur pembelajaran yang di rancang dan pengamatan berdasarkan instrumen observasi. Diperoleh data perbandingan sebagai berikut :

a. Data nilai siswa

Siklus

KKM

Terendah

Tertinggi

Modus

Rata-Rata

Pra Siklus

60,00

35,50

60,50

45,00

45,80

Siklus I

60,00

50,00

75,00

60,00

60,50

Keterangan :

1. KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal.

2. Nilai lengkap lihat pada lampiran.

b. Data Observasi

Data-data yang diperoleh dari observasi adalah, sebagian siswa belum memahami penjelasan guru, kurangnya contoh, kurangnya latihan, adanya peningkatan kemajuan belajar, lebih aktif dari pembelajaran sebelumnya, metode sudah cukup veriatif, perlunya konsep yang sudah dikuasai anak ditampilkan pada kegiatan awal.

Dari paparan tersebut dapat digambarkan keberhasilan-keberhasilan antara lain, pertama pendekatan belajar sudah tepat, kedua alat peraga memudahkan siswa mengerjakan LKS, ketiga siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran.

Sedangkan kelemahan-kelmahannya dapat digambarkan sebagai berikut, pertama belum semua siswa memahami penjelasan yang disampaikan guru, kedua masih ada nilai siswa yang belum mencapai nilai KKM, ketiga contoh dan latihan belum cukup dari segi kuantitas untuk meningkatkan kemampuan siswa.

Siklus II

Setelah melakukan rancang ulang rencana tindakan, melaksanakan tindakan yang dirancang, dan observasi pada pengamatan, diperoleh data sebagai berikut :

a. Data nilai siswa

Siklus

KKM

Terendah

Tertinggi

Modus

Rata-Rata

Siklus I

60,00

50,00

75,00

60,00

60,50

Siklus II

60,00

60,00

80,00

65,00

67,83

1. KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal.

2. Nilai lengkap lihat pada lampiran.

b. Data Observasi

Siswa memahami penjelasan konsep, contoh tepat, Latihan cukup, semua siswa sudah menunjukkan kemajuan belajar, metode penyelidikan membuat siswa tertantang sehingga terlibat aktif dalam proses pembelajaran, langkah pembelajaran terurut dengan baik sehingga setiap langkah bermakna dalam meningkatkan pemahaman siswa.

Dari data-data di atas khususnya dari nilai siswa apabila data nilai siswa ditampilkan dengan grafik, akan terlihat sebagai berikut :

B. Pembahasan

Berdasarkan data-data di atas temuan yang cukup menarik dari pembelajaran siklus I adalah rata-rata nilai siswa meningkat 32 % dibandingkan pembelajaran sebelumnya namun masih ada beberapa siswa yang belum mencapai nilai KKM (lihat nilai terendah). Apabila dikomparasi dengan hasil observasi rekan sejawat maka penyebabnya bukan pada model pendekatan pembelajaran dan alat peraga yang digunakan tetapi dari cara guru menjelaskan, latihan dan contoh yang kurang dan desain sistematika penyajian. Dengan kata lain teori belajar yang melandasi penggunaan pendekatan ini memang terbukti dapat meningkatkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran.

Melihat hal tersebut tidak salah kiranya tim peneliti merekomendasikan agar cara menjelaskan guru diperbaiki dimana mengurangi istilah-istilah yang tidak dimengerti siswa, menggunakan ilustrasi-ilustrasi, diucapkan ulang pada bagian penting materi. Dan rekomendasi yang penting adalah perubahan pada kegiatan awal dimana pembelajaran dikaitkan dengan konsep yang sudah dipelajari anak. Sehingga hasil belajar siklus II meningkatkan kembali rata-rata nilai siswa menjadi 40 %.

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT

A. Kesimpulan

Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan perbaikan pembelajaran ini adalah :

  1. Pendekatan pembelajaran inkuiri terpandu membuat siswa termotivasi sehingga mereka terlibat aktif dalam pembelajaran.
  2. Model belajar secara kelompok dapat menjembatani kesenjangan kemampuan antar siswa.
  3. Alat peraga yang komunikatif dan relevan dengan pengalaman belajar anak dapat meningkatkan pemahaman siswa.

B. Saran dan Tindak Lanjut

  1. Disarankan kepada rekan-rekan sejawat yang mengalami masalah serupa dalam pembelajaran sifat-sifat bangun ruang agar melakukan pendekatan inkuiri sehingga pembelajaran menjadi bermakna karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuannya.
  2. Kepada Kepala Sekolah disarankan agar membuka ruang kepada guru untuk bebas berkreasi dalam melakukan kegiatan profesionalnya dan mengutamakan proses ketimbang hasil.
  3. Kepada supervisor dalam hal ini pengawas TK/SD Kecamatan Rajeg agar selalu membuka wawasan dan mengubah pandangan guru untuk selalu menyajikan pembelajaran yang variatif dan bermakna dan efektif dalam meningkatkan hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk.(2007). Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta : Universitas Terbuka

Anonim (2006) Kurikulum Standar isi. Jakarta : Depdiknas

Arifin, Zainal (1994). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; & Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Karso, dkk. (2000) Pembelajaran Matematika II. Jakarta : Universitas Terbuka

Wardani, I G. A. K.; Wihardit, K; & Nasoetion, N (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka

Powered By Blogger